Cerita Singkat

Melati yang Mati

Semerbak bau bunga melati yang tersiar ke seluruh penjuru rumah, terhanyut oleh angin semilir, disertai dengan hangatnya udara kala itu membuatku terbangun dari tidur siang ku. Kalau lah bukan karena ibuku yang merangkai bunga itu untuk kenduri kawin, pasti bau ini tidak membangunkan ku. Bukan tak suka, hanya saja bau melati ini mengingatkan ku tentang sosok ayah. Sang pahlawan ku. Yang sering mengajak ku terbang bagai sedang menaiki pesawat terbang walau nyatanya hanya bermodalkan pundak ayah sebagai tempatku menangkringkan kaki lalu ayah akan berlari kesana kemari, membawaku berkeliling. Begitu asik sekali. Namun kini, aku hanya bisa bernostalgia dalam bayang-bayang samar di otakku.

Ayah pergi menghadap sang ilah kurang lebih 3 setengah tahun yang lalu. Kala itu aku sedang beradu gasing di lapangan samping balai desa. Tiba-tiba saat aku disuruh pulang oleh tetanggaku, begitu sampai rumah, ramai orang disana. Kulihat ibu menangis bersimpuh disamping tubuh ayah yang telentang kaku. Bau melati yang pekat memenuhi seisi ruangan itu. Saat ku tersadar bahwa ayah telah tiada, tubuh mungilku melemas dan terjatuh. Aku tidak sanggup menghadapi itu.

Satu dekade berlalu dan tetap menyisakan rasa sedih yang teramat dalam setiap mengingat ayah. Dan bau bunga melati selalu mengingatkan ku pada hal itu. Walau sudah mengikhlaskan, tetap saja rasa sedihnya tak akan pudar. Terlebih kehilangan orang yang sangat kita sayangi dan cintai.

"Bu, masih banyak kah rangkaian bunga yang belum selesai? Mau Aryo bantu?"
"Sudah hampir selesai. Sudah tidak perlu dibantu. Lebih baik kamu mandi saja sekalian timba airnya untuk ibu mencuci nanti."
"Baiklah kalau begitu."

Ku ambil handuk hijau lumut itu dan bergegas menuju sumur untuk menimba. Selepasnya, aku mandi dan menunaikan shalat ku. Saat aku sedang membaca doa, tiba-tiba wangi melati itu muncul lagi. Kali ini sangat kuat wanginya. Aku berjalan menujur teras, mencari ibu, namun ibu sudah tidak ada disana. Bahkan rangkaian bunganya pun sudah tak ada.

"Ibu! Ibu! Dimana bu? Aryo lapar dan ingin dibuatkan telur mata sapi denga nasi hangat" ucapku sambil berjalan menuju dapur. Namun ibu tak ada disana. Perasaan ku mulai tidak enak. Saat aku pergi ke penimbaan, disitu ibu juga tak ada. Dan ketika aku ingin balik masuk ke rumah, aku melihat darah segar yang mengucur dari balik pintu bilik kamar mandi. Segera kubuka, dan ku temukan ibu dalam posisi tidur telentang diatas lantai berlumut dan dari belakang kepalanya mengalir darah segar. Aku terkejut dan langsung menggotong ibu ke dalam rumah. Ku pinta tolong para tetangga. Namun ibu tak kunjung bangun. Yang ada tubuhnya semakin membeku dan dingin. Aku putus asa. Tak ada lagi yang bisa diharapkan.

Semua tetangga mempersiapkan prosesi pemakaman ibuku. Aku memikul kerandanya sambil menikmati aroma melati yang menyerbak. Aroma tersebut seakan menyadarkan ku bahwa kedua orang yang paling ku cinta dan ku sayang kini telah tiada. Ku letakkan jasad ibuku di liang lahat dengan hati-hati. Menutupnya dengan papan, lalu menimbunnya dengan tanah. Setelah itu, para tetangga menyiraminya dengan bunga dan air mawar sambil memanjatkan doa.

 Aku kembali kerumah dengan suasana sepi yang ku dapat. Tak ada lagi bau wewangian melati, tak ada lagi tembang jawa yang suka ibu nyanyikan untukku. Tak ada lagi aroma telur mata sapi yang sering ibu masak untuk makan ku. Sekali lagi aku harus ikhlas. Walaupun berat, namun apa daya. Tidak ikhlasnya ku juga tak merubah keadaan. Yang ku ingin, ibu dan ayah bisa bahagia bersama di sana. Aamiin...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

daily tips

Cerita Singkat

daily tips